Sifat Pencemburu Allah SWT
Ditulis Oleh: Munzir Almusawa
|
Friday, 11 May 2012 |
sumber: http://majelisrasulullah.org |
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَا أَحَدَ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ،
وَلِذَلِكَ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا، وَمَا بَطَنَ، وَلَا
شَيْءَ، أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمَدْحُ، مِنْ اللَّهِ، وَلِذَلِكَ مَدَحَ
نَفْسَهُ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Tiada siapapun yang lebih pencemburu
dari Allah, karena itulah Dia (SWT) melarang perbuatan dosa dan jahat,
yang terang terangan atau yang tersembunyi, dan tiada siapapun yang
lebih suka dipuji, selain Allah, oleh sebab itulah Dia (SWT) memuji
Dzat-Nya (SWT) sendiri) (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur,
Yang Maha membuka rahasia kerajaan alam semesta dengan cahaya
keindahaNnya, melimpahkan cahaya keluhuran, cahaya kemuliaan dan cahaya
kasih sayangNya, dan kita sebagai manusia diberi kesempatan untuk
melewati kehidupan yang sementara di dunia demi mencapai keridhaan Allah
yang kekal dan abadi, untuk mencapai kebahagiaan yang kekal dan abadi.
Allah subhanahu wata’ala menerangi jiwa hambaNya dengan iman, sehingga
terang benderanglah jiwa itu sebab cahaya Allah, yang mana akan
terlihatlah sifat-sifat kita yang hina yang kemudian kita siap untuk
meninggalkannya, dengan cahaya tersebut terlihat dan terpisahlah antara
sifat yang baik dan sifat yang buruk dalam hati kita hingga kita dapat
membedakan dan dengan mudah untuk menjalankan perbuatan yang baik dan
meninggalkan perbuatan yang hina. Namun ketika cahaya iman dalam hati
seseorang semakin gelap, maka ia semakin tidak akan dapat membedakan
antara hal yang baik dan yang buruk, sebaliknya semakin terang cahaya
iman di hati seseorang maka ia akan semakin mampu membedakan antara
perbuatan yang diridhai Allah subahanahu wata’ala dan perbuatan buruk
yang dimurkai oleh Allah. Hal ini akan terlihat dan tampak dengan cahaya
iman. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ
فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا
كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا
شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ
تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ
يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
( النور : 35 )
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” ( QS. An Nuur : 35 )
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi”
Dalam menafsirkan ayat tersebut, sebagian Ulama’ menafsirkan diantara
penafsirannya bahwa Allah Maha Mengasuh langit dan bumi, Allah Maha
Melindungi dan Maha mengatur langit dan bumi, Allah Maha Tunggal
menentukan segala kejadian di langit dan bumi, Allah Maha Mampu merubah
keadaan dan Allah Mampu menerangi jiwa hamba-hamba yang beriman dengan
kemuliaan dan cahaya-cahaya tuntunan para Nabi dan Rasul, yang berakhir
dengan pemimpin para pembawa cahaya iman sayyidina Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, yang Allah memberinya gelar sebagai “Cahaya yang
terang benderang” sebagaimana firmanNya :
وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
( الأحزاب : 46 )
“Dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” ( QS. Al Ahzaab : 46 )
Maka disini dapat kita fahami ketika Allah subhanahu wata’ala
menggelari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai “Pelita yang
terang benderang”, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lah cahaya
Allah subhanahu wata’ala, beliau lah hamba yang menerangi alam semesta
ini dengan hidayah, dengan tuntunan keluhuran dan seindah-indah budi
pekerti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diantaranya beliau
adalah makhluk yang paling ramah dan dermawan, makhluk yang paling sopan
dan berlemah lembut dari semua makhluk Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang sering kita dengan, dimana ketika
seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata :
“sungguh aku akan celaka dan masuk akan masuk neraka”, maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersbada :
“wahai Fulan, apa yang menyebabkanmu mengucapkan hal demikian?”, kemudian orang itu berkata :
“Wahai Rasulullah, aku telah berjima’ dengan istriku di siang hari bulan Ramadhan”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Bertobatlah kepada Allah, dan engkau harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut”, maka orang tersebut berkata :
“wahai
Rasulullah, aku adalah seorang kuli yang miskin, untuk berpuasa selama
satu bulan bagiku sangatlah berat dan tidak mampu melakukannya apalagi
harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut”, . Kita
ketahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih tegas dalam menjalankan
syariat daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun kita
lihat bagaimana keindahan dalam sikap ketegasan beliau shallallahu
‘alaihi wasallam dalam menanggapi permasalahan orang tersebut, yang mana
ketika orang yang tadi berkata bahwa ia tidak mampu melakukan puasa
selama 2 bulan, lantas sebagai ganti dari puasa itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh orang tersebut untuk memberi makan
60 orang miskin, maka ia pun berkata :
“Wahai Rasulullah aku
adalah seorang yang miskin, untuk memberi makan keluargaku saja aku
merasa sangat kesusahan, bagaimana aku harus memberi makan untuk 60
orang”, mendengar ucapan orang tersebut dan karena kasih
sayang dan sifat lemah lembutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
kemudian beliau mengambil kurma milik beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam untuk menebus dosa orang tersebut, seraya berkata :
“berikanlah kurma ini kepada penduduk yang termiskin di Madinah ”, maka orang tersebut berkata :
“Wahai Rasulullah, orang yang termiskin di Madinah adalah aku”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
“jika begitu, ambillah kurma itu untukmu”.
Dari sini kita ketahui bagaimana kelembutan dan kasih sayang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik ketika di dunia atau pun
kelak di akhirat. Dimana di akhirat kasih sayang beliau shallallahu
‘alaihi wasallam berupa syafa’at kubra, sebagaimana yang banyak
teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim bahwa beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam mensyafaati sedemikian banyak orang yang
telah masuk ke dalam neraka selama ia tidak menyembah kepada selain
Allah selama hidup di dunia. Namun dalam hal ini masih banyak orang yang
terkadang merasa bingung dan bertanya-tanya ; “siapakah yang lebih baik
dan berkasih sayang, Allah subhanahu wata’ala atau nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam?, Allah subhanahu wata’ala yang telah
menciptakan neraka kemudian memasukkan hamba-hambaNya ke dalam neraka
itu namun Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam justru mengeluarkan
mereka dengan syafaat beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Maka dalam hal ini harus kita fahami bahwa Allah subhanahu wata’ala lah
yang telah menciptakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan
menjadikan beliau memiliki sifat lemah lembut serta mampu memberikan
syafaat untuk manusia, maka kesemua itu adalah atas kehendak Allah
subhanahu wata’ala, sebagai bentuk daripada ungkapan cinta Allah kepada
hamba-hambaNya, maka cintailah Allah subhanahu wata’ala Yang memberi
petunjuk dengan cahayaNya kepada siapa pun yang dikehendakiNya, semoga
kita senantiasa diterangi oleh cahaya Allah dengan hidayahNya, amin. Di
hari-hari terakhir ketika Rasulullah dalam keadaan sakaratul maut,
diantara wasiat yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ucapkan adalah :
اَلصَّلاَةُ اَلصَّلاَةُ
“(Lakukanlah) shalat, shalat”
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
اَلصَّلاَةُ نُوْرٌ
“ Shalat adalah cahaya “
Maka semakin seseorang banyak meninggalkan shalat, maka akan semakin
gelap kehidupan bathin (sanubari) dan zhahirnya. Begitu juga semakin
seseorang banyak melakukan shalat, disamping mengerjakan shalat yang
fardhu ia juga melakukan shalat-shalat yang sunnah maka hal tersebut
akan semakin membuat hati seseorang menjadi tenang dan bercahaya dalam
masa hidupnya di dunia dan kehidupannya di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam demikian lembut dan berkasih
sayang kepada semua makhuk, namun Allah subhanahu wata’ala lebih Maha
berkasih sayang, sehingga berfirman dalam hadits qudsi :
إنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِي
“ Sesungguhnya rahmatKu (kasih sayang) mengalahkan (melebihi) kemurkaan-Ku”
Sehingga setiap satu kebaikan seseorang akan dibalas dengan sepuluh
kebaikan, sedangkan satu perbuatan jelek hanya dibalas dengan satu
kejelekan, maka hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang Allah melebihi
kemurkaanNya. Oleh sebab itu sesuatu yang sangat mudah didapatkan oleh
seorang hamba adalah pengampunan Allah subhanahu wata’ala karena para
malaikat pun memohonkan pengampunan untuk penduduk bumi, yaitu manusia.
Akan tetapi hal tersebut tidak boleh diremehkan karena Allah subhanahu
wata’ala juga memiliki kemurkaan.
Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman:
تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْ فَوْقِهِنَّ وَالْمَلَائِكَةُ
يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِمَنْ فِي الْأَرْضِ
أَلَا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
( الشورى : 5 )
“Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atasnya (karena
kebesaran Tuhan) dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhannya
dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa
sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (
QS. As Syuuraa: 5 )
Mengapa langit hampir terbelah? Yaitu karena gemuruh para malaikat
yang berdzikir menyebut nama Allah subhanahu wat’ala dan memohonkan
ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala untuk penduduk bumi, demikian
dahsyat dan hebatnya gemuruh para malaikat yang berdzikir dan memohonkan
ampunan kepada Allah untuk penduduk bumi, sehingga hampir membuat
langit terbelah, sedangkan jika seluruh penduduk bumi semuanya berkumpul
dan berdzikir maka hal itu belum mampu untuk sekedar menggeser sebuah
gunung apalagi membuat langit terbelah. Dan dalam hal ini yang perlu
kita ketahui bahwa para malaikat memohonkan pengampunan untuk penduduk
bumi adalah atas perintah dan kehendak Allah subhanahu wata’ala karena
rahmatNya terhadap hamba-hambaNya, maka apalagi hal yang menghalangi
kita untuk mencintai Allah subhanahu wata’ala?!.
Sampailah pada hadits agung yang telah kita baca, dimana hadits
tersebut mengundang kita untuk mencintai dan dicintai Allah subhanahu
wata’ala. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa tiada yang lebih
pencemburu daripada Allah subhanahu wata’ala, dan kita ketahui bahwa
cemburu timbul dari rasa cinta. Sehingga dari rasa cemburu itu Allah
subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan-perbuatan jahat baik yang
zhahir atau pun yang bathin, baik perbuatan dosa yang tampak dan
terlihat mata ataupun perbuatan dosa yang tidak terlihat oleh mata,
sebagaimana penyakit hati seperti berprasangka buruk, sombong, iri,
dengki dan lainnya maka semua itu dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala
karena Allah ingin hamba-hambaNya dekat kepadaNya. Sebab jika seseorang
berbuat dosa baik secara zhahir atau bathin maka hal itu akan
menjauhkan seorang hamba dari Allah subhanahu wata’ala dan Allah tidak
ingin hal itu terjadi, sehingga Allah mengharamkan perbuatan-perbuatan
jelek agar hamba-hambaNya menjauh dan meninggalkan perbuatan tersebut
kemudian mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala, demikian indahnya
Allah subhanahu wata’ala. Jika Allah subhanahu wata’ala tidak menyayangi
hamba-hambaNya maka Allah akan membiarkan mereka berbuat apa saja,
berbuat baik atau buruk.
Dan Allah telah menciptakan surga dan neraka,
siapa saja yang Allah kehendaki untuk masuk ke surga atau ke neraka maka
hal itu mudah bagi Allah subhanahu wata’ala. Namun karena Allah
subhanahu wata’ala memiliki rasa kasih sayang terhadap hamba-hambaNya,
akan tetapi cinta Allah itu sering diremehkan bahkan ditolak oleh hamba
namun Allah subhanahu wata’ala tidak marah dan tidak putus asa untuk
tetap menanti jawaban cinta hamba-hambaNya hingga sampai pada
nafas-nafas terakhir seorang hamba ketika sakaratul maut, tidak seperti
makhluk sebagaimana kita ketahui ketika kita mencintai orang lain dan
cinta itu tidak dijawab, maka kita akan merasa sakit hati, marah, atau
bahkan menjauh darinya dan lain sebagainya, namun Allah subhanahu
wata’ala akan tetap menanti jawaban cinta hamba-hambaNya. Maka
gunakanlah selagi masih tersisa nafas-nafas kita untuk mencintai Allah
subhanahu wata’ala, untuk merindukan Allah subhanahu wata’ala, dan
mengagungkan Allah dengan menjauhi hal-hal yang hina di sisi Allah
semampu kita, adapun atas perbuatan jelek yang belum mampu kita hindari
maka senantiasalah memohon kepada Allah agar diberi kemudahan dan
kekuatan untuk menghindari hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah
subhanahu wata’ala, serta perbanyaklah berbuat sesuatu yang diridhai
Allah terlebih hal-hal yang wajib bagi kita, dan juga perbanyaklah
perbuatan-perbuatan yang sunnah, karena perbuatan-perbuatan baik akan
menghapus perbuatan-perbuatan yang buruk, sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala :
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
(هود : 114 )
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.” ( QS. Huud : 114)
Dalam hadits tersebut diatas yang dimaksud bahwa
“Allah subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan-perbuatan buruk”,
sebagian ulama’ mengatakan bahwa yang dimaksud perbuatan-perbuatan
buruk adalah perbuatan zina dan perbuatan yang mengakibatkan perbuatan
zina, karena di masa jahiliyyah perbuatan zina tidak apa-apa dilakukan
jika secara sembunyi-sembunyi, adapun jika secara terang-terangan maka
termasuk hal yang buruk. Akan tetapi dalam syariat agama Islam Allah
subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan tersebut baik secara
terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyi. Adapun Al Imam Ibn
Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa pendapat yang paling kuat adalah
bahwa Allah subhanahu wata’ala mengharamkan segala perbuatan jelek,
karena kecemburuan Allah yang muncul sebab cintaNya kepada
hamba-hambaNya. Namun jika saat ini hingga kelak ketika sakaratul maut
cinta Allah itu kita tolak, bagiamana keadaan kita kelak ketika akan
menghadap Allah subahanahu wata’ala, dimanakah tempat orang-orang yang
menolak cinta Allah ketika di dunia?!, bagaimana wajah-wajah orang yang
yang kelak ketika dipanggil:
“Fulan bin Fulan maju kehadapan Allah”, Allah subhanahu wata’ala berfirman :
إذَا أَحَبَّ الْعَبْدُ لِقَائِي أَحْبَبْت لِقَاءَهُ وَإِذَا كَرِهَ عَبْدِي لِقَائِي كَرِهْت لِقَاءَهُ
“ Jika seorang hamba ingin (suka) dengan perjumpaanKu maka Aku
juga menyukai/mencintai perjumpaannya, dan jika seorang hamba membenci
perjumpaan denganKu maka Aku pun membenci perjumpaannya”
Jika seseorang yang ketika hidup di dunia ia tidak rindu kepada Allah
bahkan tidak terlintas keinginan pun untuk bertemu dengan Allah
subhanahu wata’ala Yang telah memberinya nafas, penglihatan, pendengaran
dan kenikmatan yang lainnya, sungguh betapa malunya keadaan orang
tersebut kelak berada di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَلَا شَيْئَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْمَدْحُ مِنَ اللهِ وَلِذلِكَ مَدَحَ نَفْسَهُ
“ Dan tiada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada pujian ,oleh sebab itu Dia (Allah) memuji DzatNya”
Mengapa Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya?, karena Allah
subhanahu wata’ala memang berhak untuk dipuji, jika seorang hamba memuji
Allah subhanahu wata’ala dan ia mnegetahui bahwa Allah subhanahu
wata’ala suka dipuji, kemudian hamba tersebut memuji Allah maka Allah
akan memuliakannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyampaikan hal tersebut kepada ummat beliau supaya mereka banyak
memuji Allah subhanahu wata’ala, namun bukan berarti Allah subhanahu
wata’ala butuh pujian kita, tidak seperti manusia yang diantara sifat
fitrah manusia adalah suka dipuji dan tidak senang dihina, meskipun bagi
orang-orang yang mencapai derajat yang tinggi dari para shalihin maka
bagi mereka sama saja antara dipuji atau dihina. Maka jika seseorang
suka dipuji maka mungkin saja ada keinginan buruk dalam dirinya dengan
pujian itu, namun jika Allah menyukai pujian maka karena Allah memang
berhak untuk dipuji, dan tiada yang berhak dipuji selainNya yang telah
menciptakan kerajaan alam semesta. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam megajarkan kepada kita untuk banyak memuji Allah subhanahu
wata’ala. sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
اَلْحَمْدُلله تَمْلأُ الْمِيْزَانَ وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لله
تَمْلآنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالصَّلاَةُ
نُوْرٌ
“ Alhamdulillah memenuhi (memberatkan) timbangan, dan
Subhanallah waalhamdulillah keduanya memenuhi ruang yang ada di langit
dan bumi, dan shalat itu adalah cahaya”
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
كَلَمَتانِ خَفِيفَتَانِ على اللِّسانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ
حَبيبَتَانِ عَلَى الرَّحمَن : سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ
الله العَظِيْم
“ Dua kalimat yang ringan di lidah (diucapkan), memberatkan di
timbangan, dan disukai oleh Allah : “ Subhanallah wabihamdihi
subhanallah al ‘azhiim”
Yang mana ucapan tersebut sangat ringan diucapkan, namun sangat bernilai di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Maka terangi hari-hari kita dengan ucapan-ucapan indah tersebut,
terlebih lagi mungkin sebagian dari kita merasa kesulitan jika harus
membaca Al qur’an, karena membaca Al qur’an harus dalam keadaan bersuci,
jika kita tidak dalam keadaan bersuci maka haruslah terlebih dahulu
berwudhu, namun untuk berdzikir tidak diharuskan bagi kita untuk berada
dalam keadaan bersuci atau tidak berhadats. Disebutkan dalam sebuah
riwayat Shahih Al Bukhari bahwa orang yang berdzikir mengingat Allah
dalam kesendiriannya kemudian ia mengeluarkan air mata, maka Allah
subhanahu wata’ala akan memberinya naungan kelak di hari kiamat yang
mana tiada naungan kecuali naungan Allah subhanahu wata’ala, orang yang
berdzikir mengingat Allah subhanahu wata’ala dalam kesendiriannya
kemudian ia mengalirkan air mata. Jika kita sering bertafakkur dan
mengingat Allah subhanahu wata’ala, merindukanNya Yang Maha Indah,
dimana memandang Allah subhanahu wata’ala adalah merupakan kenikmatan
yang terbesar. Al Imam At Thabari Ar di dalam tafsirnya menjelaskan
dengan menukil sebuah riwayat yang tsiqah bahwa setelah penduduk surga
masuk ke dalam surga, maka ketika itu datanglah seseorang yang membawa
cahaya seperti gunung, maka mereka berkata: “siapakah orang itu?”, maka
maalaikat menjawab : “ Dia adalah abu al basyar As, nabi Adam As”, maka
nabi Adam As langsung menuju mimbar cahaya, kemudian datang seseorang
yang membawa cahaya bagaikan gunung, dan ketika ditanya siapakah dia,
maka malaikat menjawab :
“Dia adalah khalilullah, Ibrahim As”,
demikian seterusnya datang para nabi satu per satu, hingga kemudian
datanglah seseorang yang membawa cahaya sebanyak jumlah cahaya yang
dibawa oleh para nabi dan rasul, yang membawa cahaya yang paling banyak
dari nabi dan para rasul sebelumnya, dan ketika ditanya Dia adalah nabi
Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pemimpin para nabi dan
Rasul. Maka ketika itu para nabi dan rasul berada di mimbar-mimbar
cahaya, para syuhada’ dan shalihin berada di atas dipan-dipan cahaya,
dan penduduk surga yang lainnya duduk di atas lantai yang terbuat dari
misk ( minyak wangi ) menjadi lantai surga, maka ketika itu Allah
subhanahu wata’ala berfirman : “Selamat datang para hamba-hambaKu, para
tamu-tamuKu”, kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk member mereka
hidangan-hidangan berupa makanan, dan minuman yang belum pernah mereka
rasakan di dunia, kemudian dihembuskan kepada mereka angin yang
mewangikan seluruh tubuh mereka, lalu dibagikan kepada mereka
pakaian-pakaian surga yang sangat indah. Ketika itu Allah subhanahu
wata’ala memerintahkan malaikat untuk membuka tabir cahaya yang
menghalangi antara Allah dengan hamba-hambaNya, yang mana disebutkan
oleh sebagian pendapat bahwa tabir itu adalah paduan antara kegelapan,
cahaya dan air, adapun sebagian Ulama’ mengatakan jumlah tabir itu
adalah 70.000, kemudian tabir itu disingkap dan Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
السلام عليكم عبادي، انظروا إليّ فقد رضيت عنكم
Maka ketika itu berguncanglah surga, dan bertasbihlah seluruh
malaikat, dan semua manusia tersungkur bersujud karena memandang
kewibawaan dan keindahan Allah subhanahu wata’ala. Maka Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
عبادي ارفعوا رءوسكم فإنها ليست بدار عمل، ولا دار نَصَب إنما هي دار جزاء
وثواب، وعزّتي وجلالي ما خلقتها إلا من أجلكم، وما من ساعة ذكرتموني فيها
في دار الدنيا، إلا ذكرتكم فوق عرشي
Maka mereka pun memandang pada keindahan Allah subhanahu wata’ala…
اللهم ارزقنا النظر إلى وجهك الكريم
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ